Bola Blunder antara Cicak dan Buaya
Beberapa hari ke belakang ini kita selalu disuguhi dengan berita kisruh antara dua institusi besar di negeri ini. Masyarakat dibuat bingung bukan kepalang dengan fakta-fakta yang di berikan kedua belah pihak. Lalu timbul beragam pendapat dari masyrakat sendiri akibat gejolak prahara tersebut. Ada yang menyatakan setia berdiri mendukung KPK, namun ada pula yang berdiri mendukung kepolisian. Sehingga tak bisa di pungkiri lagi bahwa situasi seperti ini bisa memicu konflik antar pendukung masing-masing institusi. Seperti halnya ketika dua professor yang duduk berdampingan dalam sebuah acara televisi swasta hampir beradu otot hanya karena mereka yang merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan lawan bicaranya yang juga salah satu pengacara kondang di negeri ini berbeda pendapat dalam masalah ini. Sungguh tontonan yang tak layak ditiru.
Padahal kita tahu yang terpenting adalah bagaimana kita bangkit kembali. Bukan beradu argument tentang hal yang bahkan kita tidak tahu siapa yang benar dan salah. Bukankah kita sedang berperang melawan korupsi? Bukan berperang melawan kelompok yang berbeda pendapat dalam bangsa sendiri. Maka dari itu suatu perbedaan pandangan dalam demokrasi merupakan hal yang lumrah. Jadi jangan biarkan perbedaan itu memprovokasi kita untuk bertikai satu sama lain. Tak peduli Siapa pun atau apa pun istitusinya, apakah itu polisi, KPK, jaksa, dan lain-lain, bukanlah subyek yang sebenarnya. Subyek peserta konferensi sebetulnya hanya satu, yaitu bangsa Indonesia itu sendiri. Semua, kalau perlu, harus bersedia untuk mengalah demi kemenangan bangsa dalam memberantas korupsi. Kondisi karut-marut dan silang selisih di antara badan-badan pemberantasan korupsi sendiri tidak akan memberikan kontribusi terhadap sukses pemberantasan korupsi di negeri ini. Karena musuh kekuatan antikorupsi adalah korupsi itu sendiri. Dia ada di sana. Di antara kita . Jangan sampai kita terkecoh dan terjebak ke dalam baku pukul antar sesama unsur kekuatan antikorupsi sehingga kehilangan orientasi atau fokus.
Mari kita duduk bersama di satu meja dengan melepaskan ego dan kepentingan diri masing-masing seraya menyadari bahwa musuh kita bersama adalah korupsi. Kepentingan bangsa harus kita dahulukan. Semua elemen antikorupsi tidak boleh terjebak dalam skenario apa pun dan oleh siapa pun. Satu-satunya skenario yang disusun dalam ”konferensi meja bundar” tersebut adalah bagaimana bangsa ini dapat memenangi perang melawan korupsi. Itulah skenario besar bangsa.
Indonesia mengidamkan satu gerakan revolusioner kaum muda dan mahasiswa untuk melawan korupsi. Mengapa berharap pada kaum muda dan mahasiswa? Mudah saja menjawabnya. Kaum muda dan mahasiswa pada gilirannya tentu akan meraih tongkat estafet kepemimpinan. Bila kaum muda dan mahasiswa bebas korupsi, berintegritas, dan bermartabat, harapan pemihakan pada rakyat bukan hasrat melompong. Tiba saatnya kaum muda dan mahasiswa beranjak dan bersatu. Kita sulit meletakkan asa pada kaum tua. Kaum tua enggan menggilas korupsi, karena telah terkontaminasi polusi korupsi.
Kaum muda dan mahasiswa jelas generasi yang autentik. Aktivis Angkatan 1966 Soe Hok Gie dalam satu entri catatan hariannya menulis:
“Kita, generasi kita ditugaskan memberantas generasi tua yang mengacau. Generasi kita yang menjadi hakim atas mereka yang dituduh koruptor-koruptor tua. Kitalah yang di jadikan generasi yang akan memakmurkan Indonesia.”
Bangsa ini butuh kaum muda dan mahasiswa demi memerangi korupsi. Karena generasi yang mampu membasmi korupsi adalah generasi yang belum tercemar. Dan, itu adalah angkatan muda masa kini. Karena itu, kaum muda dan mahasiswa, yang sekarang ada di atas pentas sejarah, layak berpadu mengikis korupsi. Saatnya mengukir sejarah baru bagi kaum muda dan mahasiswa Indonesia.
Jadi tidak ada pilihan lain bagi kekuatan antikorupsi kecuali melakukan konsolidasi. Konsolidasi yang membangun kembali sinergi yang dahsyat di antara kekuatan-kekuatan antikorupsi. Konsolidasi dari kekuatan yang cerai-berai ini untuk dikembalikan kepada kekuatannya yang penuh. Tidak ada ego pribadi dan institusi. Yang ada hanyalah ego bangsa. Pemberantasan korupsi harus menjadi satu gerakan dan kekuatan besar yang padu dan utuh dan oleh karena itu tidak boleh tercerai-berai dan terjebak masuk ke dalam ranah konflik antar komponen antikorupsi sendiri. Benturan antar sesama komponen sistem memang dapat terjadi, tetapi prognosisnya akan menjadi lain manakala sekalian komponen sistem tetap kokoh berdiri pada platform yang sama, yaitu tidak lain adalah pemberantasan korupsi! Keadaan bangsa dan masyarakat yang bebas korupsi harus tetap menjadi sasaran utama.
Beberapa hari ke belakang ini kita selalu disuguhi dengan berita kisruh antara dua institusi besar di negeri ini. Masyarakat dibuat bingung bukan kepalang dengan fakta-fakta yang di berikan kedua belah pihak. Lalu timbul beragam pendapat dari masyrakat sendiri akibat gejolak prahara tersebut. Ada yang menyatakan setia berdiri mendukung KPK, namun ada pula yang berdiri mendukung kepolisian. Sehingga tak bisa di pungkiri lagi bahwa situasi seperti ini bisa memicu konflik antar pendukung masing-masing institusi. Seperti halnya ketika dua professor yang duduk berdampingan dalam sebuah acara televisi swasta hampir beradu otot hanya karena mereka yang merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan lawan bicaranya yang juga salah satu pengacara kondang di negeri ini berbeda pendapat dalam masalah ini. Sungguh tontonan yang tak layak ditiru.
Padahal kita tahu yang terpenting adalah bagaimana kita bangkit kembali. Bukan beradu argument tentang hal yang bahkan kita tidak tahu siapa yang benar dan salah. Bukankah kita sedang berperang melawan korupsi? Bukan berperang melawan kelompok yang berbeda pendapat dalam bangsa sendiri. Maka dari itu suatu perbedaan pandangan dalam demokrasi merupakan hal yang lumrah. Jadi jangan biarkan perbedaan itu memprovokasi kita untuk bertikai satu sama lain. Tak peduli Siapa pun atau apa pun istitusinya, apakah itu polisi, KPK, jaksa, dan lain-lain, bukanlah subyek yang sebenarnya. Subyek peserta konferensi sebetulnya hanya satu, yaitu bangsa Indonesia itu sendiri. Semua, kalau perlu, harus bersedia untuk mengalah demi kemenangan bangsa dalam memberantas korupsi. Kondisi karut-marut dan silang selisih di antara badan-badan pemberantasan korupsi sendiri tidak akan memberikan kontribusi terhadap sukses pemberantasan korupsi di negeri ini. Karena musuh kekuatan antikorupsi adalah korupsi itu sendiri. Dia ada di sana. Di antara kita . Jangan sampai kita terkecoh dan terjebak ke dalam baku pukul antar sesama unsur kekuatan antikorupsi sehingga kehilangan orientasi atau fokus.
Mari kita duduk bersama di satu meja dengan melepaskan ego dan kepentingan diri masing-masing seraya menyadari bahwa musuh kita bersama adalah korupsi. Kepentingan bangsa harus kita dahulukan. Semua elemen antikorupsi tidak boleh terjebak dalam skenario apa pun dan oleh siapa pun. Satu-satunya skenario yang disusun dalam ”konferensi meja bundar” tersebut adalah bagaimana bangsa ini dapat memenangi perang melawan korupsi. Itulah skenario besar bangsa.
Indonesia mengidamkan satu gerakan revolusioner kaum muda dan mahasiswa untuk melawan korupsi. Mengapa berharap pada kaum muda dan mahasiswa? Mudah saja menjawabnya. Kaum muda dan mahasiswa pada gilirannya tentu akan meraih tongkat estafet kepemimpinan. Bila kaum muda dan mahasiswa bebas korupsi, berintegritas, dan bermartabat, harapan pemihakan pada rakyat bukan hasrat melompong. Tiba saatnya kaum muda dan mahasiswa beranjak dan bersatu. Kita sulit meletakkan asa pada kaum tua. Kaum tua enggan menggilas korupsi, karena telah terkontaminasi polusi korupsi.
Kaum muda dan mahasiswa jelas generasi yang autentik. Aktivis Angkatan 1966 Soe Hok Gie dalam satu entri catatan hariannya menulis:
“Kita, generasi kita ditugaskan memberantas generasi tua yang mengacau. Generasi kita yang menjadi hakim atas mereka yang dituduh koruptor-koruptor tua. Kitalah yang di jadikan generasi yang akan memakmurkan Indonesia.”
Bangsa ini butuh kaum muda dan mahasiswa demi memerangi korupsi. Karena generasi yang mampu membasmi korupsi adalah generasi yang belum tercemar. Dan, itu adalah angkatan muda masa kini. Karena itu, kaum muda dan mahasiswa, yang sekarang ada di atas pentas sejarah, layak berpadu mengikis korupsi. Saatnya mengukir sejarah baru bagi kaum muda dan mahasiswa Indonesia.
Jadi tidak ada pilihan lain bagi kekuatan antikorupsi kecuali melakukan konsolidasi. Konsolidasi yang membangun kembali sinergi yang dahsyat di antara kekuatan-kekuatan antikorupsi. Konsolidasi dari kekuatan yang cerai-berai ini untuk dikembalikan kepada kekuatannya yang penuh. Tidak ada ego pribadi dan institusi. Yang ada hanyalah ego bangsa. Pemberantasan korupsi harus menjadi satu gerakan dan kekuatan besar yang padu dan utuh dan oleh karena itu tidak boleh tercerai-berai dan terjebak masuk ke dalam ranah konflik antar komponen antikorupsi sendiri. Benturan antar sesama komponen sistem memang dapat terjadi, tetapi prognosisnya akan menjadi lain manakala sekalian komponen sistem tetap kokoh berdiri pada platform yang sama, yaitu tidak lain adalah pemberantasan korupsi! Keadaan bangsa dan masyarakat yang bebas korupsi harus tetap menjadi sasaran utama.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
Promo Fans**poker saat ini :
- Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
- Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
- Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^