Menilik kehidupan INDONESIAN
Antara si Kaya VS si Miskin
Si Kaya dan Si miskin. Sebuah strata kehidupan yang mungkin tak asing lagi untuk masyarakat dalam pemerintahan suatu Negara. Dua kata tersebut cukup akrab dengan semua bentuk kehidupan warga Negara. Baik itu sebuah Negara maju yang super power, atau suatu Negara dengan daerah territorial besar yang sedang berkembang menata kehidupan warganya. Namun tak banyak kesenjangan Sosial yang terjadi dari dua kata tersebut pada Negara maju. Mungkin karena Negara tersebut telah mampu memberikan penghidupan yang layak bagi warganya, atau predikat “Si Miskin” yang tidak popular alias menjadi warga minoritas disana. Tapi tidak disini. Di Negeri nan kaya tercinta ini. Suatu negeri yang amat melimpah kekayaan alamnya, namun tak mampu memberikan kontribusi yang banyak untuk warganya. Namun jangan salahkan negerinya, sebab ini adalah karunia besar tanda bukti kasih sayang Allah SWT pada hambanya. Tapi perhatikanlah sistemnya. Sistem yang membuat bangsa ini kepayahan. Terpuruk dalam hutang materi yang mereka bebani pada warganya dan meninggalkan hutang moral pada kami. Kami, generasi muda penerus bangsa.
Lalu entah apa yang akan di lakukan “si Miskin” di negeri ini. Terpisah dengan jurang yang amat dalam dengan kehidupan “Si Kaya” yang gemerlap dengan fasilitasnya. Ya benar fasilitas. Hak yang lebih banyak diberikan kepada mereka “Si Kaya Berdasi” yang secara teori bertugas melayani negerinya. Hingga pemerintah ini lupa untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi warganya meski mereka sadar bahwa gaji dan fasilitas yang di berikan mereka semua berasal dari rakyatnya sendiri.
Tengoklah liputan-liputan media di akhir 2009 kemarin. Salah satunya mengenai pemberian mobil-mobil dinas yang mewah untuk para pejabat khususnya cabinet jilid II Presiden sekarang. Mereka di berikan mobil Toyota Crown RoyalSaloon masing-masing satu unit untuk menunjang pekerjaan sang pejabat. Mobil yang benar-benar bisa menaikkan gengsi pemerintah di mata dunia. Memang tidak ada salahnya para mentri dan pejabat lainnya di berikan fasilitas yang mewah seperti itu. Tapi alangkah baiknya jika mereka sejenak melihat ke bawah untuk meratapi nasib para rakyatnya. Lihatlah betapa kerasnya kehidupan di negeri ini. Sampai-sampai sepasang suami istri dengan tega menelantarkan keempat anaknya hanya untuk menghindari kejaran hutang yang membebani mereka. Lalu seorang anak yang masih duduk di Bangku sekolah dasar tidak mengenal lelah berjuang melawan kehidupan ini dengan melayani ibunya yang terbaring lumpuh di gubuk kecilnya dan berjuang untuk makan sehari-hari mereka.
Lalu lihatlah ribuan para pekerja dan pelajar yang setiap perjalanan mereka harus menaiki ragam transportasi kelas bawah yang amat tak nyaman. Contohnya kereta api kelas ekonomi. Dari penampilan luarnya saja kita sudah merasakan aura ke tidak nyamanannya apalagi begitu masuk ke dalam dan melihat para penumpangnya harus berjejalan di dalam gerbong. Tidak peduli itu anak kecil, wanita hamil, atau orang jompo sekali pun! Pokoknya mereka yang ingin menikmati fasilitas negera untuk rakyatnya ini harus berdesak-desakkan sepanjang perjalanannya. Belum lagi jadwalnya yang begitu tidak disiplin. Msalah sinyal katanya. Itu lah alas an yang selalu di berikan PT KAI untuk para penumpangnya. Padahal kejadian itu selalu berulang-ulang. Entahlah apa karena begitu sulit di perbaikinya atau hanya strategi agar kereta kelas ekonomi itu selalu penuh sehingga penumpang yang strata kehidupannya lebih tinggi membeli tiket untuk kelas eksekutif. Kelas kereta yang lebih baik namun dengan harga tiket yang 2x bahkan 4x lipat dari harga tiket kelas ekonomi. Meski lebih menarik untuk di tumpangi, tapi tetap saja kereta kelas eksekutif itu hanya untuk “Si Kaya” atau orang-orang yang kehidupannya lebih beruntung.
Lantas bagaimana dengan para pejabat yang tiap hari perjalanannya untuk bekerja menggunakan Crown yang kurang lebih seharga Rp 1.3 milyar itu? Mereka akan merasakan betapa empuknya suspensi yang halus meski mobil tersebut berlalu di jalan berlubang. Mereka pun tak akan merasakan letihnya berdesak-desakkan dalam gerbong dan mencium aroma yang tak sedap. Mereka tak perlu merasakan pahitnya menunggu kereta yang terlambat, dan mereka pun tak akan menikmati letihnya perjalanan sebab mereka bias tetidur pulas sepanjang perjalanan dalam tempat duduk yang begitu empuk hasil dari uang rakyat. Semoga saja di dalam kemewahan itu mereka sdar bahwa masih banyak rakyat yang mereka pimpin kehidupannya tak seberuntung mereka…
  • Followers

    Labels